Omkaaraam hrdaye sthaapya
Tattarliine siwaatmakam
Omkaarah samdhrto yasmad.
Dhaaranam vai nigadyate.
(Wrehaspati Tattwa.57)
Maksudnya: Ada Omkara Sabda namanya, tempatnya dalam hati, itulah supaya ditahan kuat-kuat. Bila ia sepi tak terdengar lagi waktu melaksanakan Yoga, itulah Siwaatma namanya. Pada saat yang demikian Batara Siwa berbadan sunia. Yang demikian itulah Dharana Yoga namanya.
Siwaratri artinya malam Siwa.
Malam adalah lambang kegelapan hati. Setiap bulan menurut perhitungan tahun
Chandra ada malam tergelap yang disebut Tilem atau bulan mati. Setiap tahun ada
dua belas kali malam tergelap atau Tilem. Di antara dua belas malam tergelap itu
yang paling gelap adalah malam Tilem Kapitu. Sesungguhnya setiap hari Tilem
umat semestinya melakukan Brata Siwaratri. Selanjutnya setiap tahun, saat Tilem
Sasih Kapitu sebagai Tilem tergelap melakukan Brata Maha Siwaratri.
Dewa Siwa dalam kitab-kitab Purana adalah manifestasi Tuhan dalam
fungsinya menuntun umat manusia untuk menguasai Guna Thamas. Memuja Tuhan
sebagai Dewa Siwa bukan berarti memuja Guna Thamas. Justru Dewa Siwa sebagai
manifestasi Tuhan yang dapat memberikan kekuatan untuk menguasai Guna Thamas
bagi umat manusia yang memuja-Nya.
Guna Thamas itu adalah guna yang dapat menimbulkan kegelapan hati
nurani. Namun, kalau Guna Thamas itu dapat dikuasai dengan menguatkan Guna
Sattwam dan Guna Rajas, orang pun akan mencapai sorga. Demikian dinyatakan
dalam Wrehaspati Tattwa. 21. Kalau Guna Sattwam dan Guna Rajas yang kuat dalam
diri seseorang maka orang yang demikian itulah yang disebut orang yang Jagra.
Jagra artinya kesadaran rohani. Kesadaran rohani ini sebagai
tujuan utama orang memuja Batara Siwa saat merayakan Siwaratri maupun Maha
Siwaratri. Dengan kuatnya kesadaran rohani itu orang pun akan dapat menghindar
dari perbuatan dosa kesadaran rohani. Itu adalah suatu puncak dari upaya yoga
membangunkan kekuatan Siwatman dalam diri seseorang. Bagaimana caranya
membangunkan kekuatan Siwatman dalam diri? Hal itulah yang dinyatakan dalam
Wrehaspati Tattwa. 57 pada kutipan di atas. Merayakan Siwaratri itu
sesungguhnya membangun kekuatan Omkarasabda yang bersemayam dalam diri. Kalau
upaya melakukan Brata Siwaratri seperti Jagra, Upawasa dan Mona, maka
Omkarasabda yang bersemayam dalam hati itu akan dapat menyepikan suara hawa
nafsu. Terkuasainya suara wisaya atau suaranya hawa nafsu itu sebagai ciri
Batara Siwa telah meresap di Bhuwana Alit. Untuk mencapai keadaan seperti itu
dengan melakukan yoga. Yoga menurut kitab Yoga Sutra Patanjali adalah
mengendalikan citra atau pikiran dalam alam pikiran (Yogascitta rtti nirodah).
Demikian dinyatakan dalam Yoga Sutra I.1. Merayakan Maha Siwaratri pada hakikatnya melakukan
yoga dalam wujud Jagra, Upawasa dan Mona. Jagra bukan berarti melek tidak tidur
secara fisik. Jagra adalah melatih diri agar selalu sadar. Ciri orang sadar
dapat membeda-bedakan mana yang patut dilakukan dan mana yang tidak patut
dilakukan. Mana yang salah dan mana yang benar. Mana yang lebih penting dan
mana yang kurang penting dst. Orang sadar selalu berbuat dengan penuh
perhitungan agar jangan sampai merugikan orang lain dan diri sendiri
berlandaskan kebenaran.
Perayaan Siwaratri hendaknya menghindari perayaan yang bersifat
formal dengan hanya melek semalam suntuk secara fisik, tetapi membiarkan
rohaninya dikotori dengan ngelantur ke mana-mana ditarik oleh gaya hidup
hedonistis. Demikian juga melakukan Upawasa. Upawasa dalam kitab Purana artinya
kembali suci. Upawasa tidak sama dengan kelaparan. Upawasa maksudnya jangan
makan makanan yang tak didapat berdasarkan Dharma. Upawasa saat melakukan
Siwaratri untuk menempa diri agar jangan mencari makan sembarangan. Seperti
dengan korupsi, berbohong, melalui cara yang tidak adil merugikan orang lain.
Mencari makan dengan menghalalkan segala cara akan dapat merugikan orang lain,
bahkan negara dan mengotori jiwa sendiri. Jadi Upawasa itu bukan sekadar
berlapar-lapar secara formal saat Siwaratri. Demikian juga Mona bukan hanya
sekadar berdiam diri tidak ngomong. Artinya, Mona adalah sebagai proses melatih
diri agar jangan ngomong sembarangan. Karena omongan yang dikeluarkan
sembarangan tanpa berdasarkan kebenaran risikonya sangatlah tinggi. Mona adalah
Brata Siwaratri untuk menuntun umat agar setiap ngomong didahului oleh suatu
perhitungan tentang akibat yang akan ditimbulkan oleh omongan yang kita
keluarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar