Ketika
seorang guru ditanya evolusi jiwa manusia ratusan tahun terakhir, dengan diam sebentar,
menatap mata lalu menjawab, "dari gelap ke gelap". Dari ketidakpuasan
satu ke ketidakpuasan lain. Dari konflik satu ke konflik lain.
Melihat
kehidupan bergerak begini, sejumlah orang desa yang polos bertanya, mengapa
kemajuan iptek harus seperti ini? Maafkanlah keluguan. Andaikan keluguan ini
dijawab dengan data, angka, logika, mungkin sinyalemen "dari gelap ke
gelap" akan tambah panjang. Angka dilawan angka. Logika mengundang
serangan balik logika.
Karena
demikian keadaannya, izinkan sekali-sekali bukan angka, bukan logika yang
bicara, tetapi sepi sunyi. Tidak dalam posisi menyebut sepi benar, yang berbeda
salah. Sekali lagi tidak. Serupa dengan mulut manusia, gigi wujudnya keras
karena tugasnya memotong dan menghancurkan. Lidah bentuknya lembut karena
panggilan hidupnya bukan untuk menghancurkan, tetapi merasakan. Keduanya punya
tugas lain. Dengan spirit seperti inilah, sepi sunyi dalam tulisan ini mohon
izin bicara.
Sejak
dulu, pencinta sepi selalu tidak banyak. 0rang yang bertapa di kesunyian selalu
lebih sedikit dibanding mereka yang mencari di keramaian.
Keduanya bertumbuh. 0rang-orang keramaian menyukai bertumbuh ke luar (dengan ukuran kekaguman pujian orang), sedangkan pencinta kesunyian menyukai bertumbuh ke dalam. Kekaguman dan pujian orang dihindari karena penuh godaan ego.
Keduanya bertumbuh. 0rang-orang keramaian menyukai bertumbuh ke luar (dengan ukuran kekaguman pujian orang), sedangkan pencinta kesunyian menyukai bertumbuh ke dalam. Kekaguman dan pujian orang dihindari karena penuh godaan ego.
Melihat
bulan dengan lampu, Satu contoh yang amat menerangi di jalan sunyi adalah
pertapa suci Ramana Maharshi. Sampai umur 16 tahun tidak ada tanda ia akan jadi
pertapa. Begitu berkenalan dengan perjalanan ke dalam diri, tiba-tiba badannya
panas. Ini membuatnya lari ke Bukit Arunachala. Lebih dari sekadar panasnya
menghilang, ia menikmati kesunyian di tempat ini. Bahkan selama puluhan tahun
menghabiskan hidup yang sepenuhnya diam.
Saat
mengakhiri diamnya, Ramana menjawab pertanyaan orang secara mengagumkan hanya
dengan segelintir kata. Dari situ didirikan ashram oleh banyak pengikutnya di
sekitar tempat ia bertapa. Tiap kali ditanya siapa gurunya, ia menggeleng
sambil bergumam, "The ultimate consciousness is the only teacher"
(Kesadaran yang mahautama itulah gurunya).
Serupa
dengan ini, di sejumlah perenungan dengan judul agama yang berbeda-beda, banyak
murid diminta diam. Awalnya percakapan ke luar menghilang, diganti percakapan
ke dalam. Akhirnya percakapan ke dalam pun menghilang. Dan yang tersisa hanya
satu, yakni kesadaran. 0rang-orang yang sudah disinari cahaya kesadaran, akan
bergumam, untuk melihat bulan tidak memerlukan lampu!
Kata-kata,
logika, angka mirip lampu luar. Manusia membutuhkan saat gelap. Namun, dalam terang
cahaya kesadaran, manusia tidak memerlukan lampu luar. Salah satu founding
father kehidupan spiritual Bali (Dang Hyang Dwijendra) menulis Kakawin Dharma
Sunya. Ia bertutur, jika batin yang tenang-seimbang adalah sumber keindahan.
Bila sumber keindahan sudah di dalam, masihkah manusia memerlukan lampu
penerang dari luar? Dalam bahasa provokatif seorang guru, "When you still have some one who can make you happy or sad,
you are not a master, you are a slave!" (Jika sumber
kebahagiaan/kesedihan masih dari luar, itu tandanya seseorang belum menjadi
master, masih jadi budak).
Apresiasi
akan sepi memang bukan monopoli Bali. Lama Surya Das (Awakening the Buddha
Within) pernah menulis bahwa puncak perjalanan menemukan perkataan yang benar
adalah hening. Eckhart Tolle (Stillness Speaks) juga serupa, "wisdom comes
with the ability to be still. Just look and just listen... let stillness direct
your words and actions" (Kearifan datang dari keheningan. Lihat dan dengar
saja... biar keheningan yang menjadi pembimbing). Thomas Merton (Thoughts in
Solitude) menambahkan, "My knowledge of myself in silence... opens out
into the silence... of God" (Pengetahuan diri dalam keheningan membuka
rangkaian keheningan yang berujung pada Tuhan).
J
Krishnamurti (The Light in Oneself) menyarankan, meditation is absolute silence
of the mind (meditasi adalah keadaan batin yang sepenuhnya hening).
Dainin
Katagiri (Returning to Silence) menulis, Shakyamuni is some one who practice
tranquil silence (Siapa saja yang mempraktikkan kesempurnaan keheningan, ia
menjadi Buddha). Murid-murid Zen yang perjalanannya suka menekuni latihan
silent illumination. Penyair sufi Rumi bertumbuh jauh dalam sepi. Perhatikan
salah satu syairnya (The Rumi Collections): when you
know your own definition, flee from it, that you may attain to the 0ne who
cannot be defined (Saat Anda dipagari kata-kata, cepat-cepatlah menjauh.
Ia menghalangi mencapai yang Satu yang tidak terucapkan).
Dengan
cerita ini, terlihat banyak manusia yang terterangi rapi oleh sepi sunyi. Ia melewati
banyak sekat tradisi. Dari Sufi, Nasrani, Buddha, sampai Hindu. Jenis
manusia-manusia ini memiliki pola pertumbuhan serupa. Logika dan kata-kata
ibarat kulit dan batok kelapa. Di awal manusia membutuhkan.
Namun,
begitu dikupas dan dibuka, kelapa dimakan, airnya diminum, kulit dan batoknya
dibuang. Mikhail Naimy (The Book of Mirdad) lebih terang lagi. Kata, logika
serupa tongkat, berguna bagi mereka yang kakinya bermasalah. Bagi jiwa yang
kakinya sehat, tongkat hanya beban. Lebih-lebih jiwa yang bisa terbang, tongkat
adalah beban berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar