Masih
banyak orang yang baru merasa beragama kalau sudah melaksnakan upacara yadnya
atau melakukan sembahyang. Menolong orang menderita, berdana punia di bidang
pendidikan, tidak mengotori lingkungan, berlalu lintas yang sopan mengikuti
aturan, hidup hemat, hal itu sering tidak dianggap sebagai perilaku mengamalkan
ajaran agama. Padahal, berbuat baik, benar dan wajar diajarkan sebagai
pengamalan agama.
Berbakti
pada Tuhan sesungguhnya untuk memotifasi agar manusia dapat berbuat baik, benar
dan wajar, untuk membenahi kualitas hidup dirinya sendiri, kualitas
kehidupannya bersama dalam masyarakat dan kualitas perilakunya pada alam
lingkungan.
Upacara
yadnya adalah merayakan hari raya agama sebagai metode sakral untuk menanamkan
tattwa agama agar umat termotivasi melakukan perilaku nyata memelihara hak azasi
alam berdasarkan Rta. Demikian juga untuk menegakan dharma agar kualitas moral
dan daya tahan mental semakin meningkat. Agama Hindu juga mengajarkan agar
memelihara kesehatan dan kebugaran fisik sebagai media untuk berbuat baik,
benar dan wajar.
Citra
kehidupan beragama akan menjadi semakin terpuruk kalau pengamalan agama
menyebabkan kehidupan umat manusia semakin rusak. Sebutlah misalnya atas nama
agama melakukan teror yang demikian kejam kepada sesama manusia, karena alasan
berbeda agama tidak mau bergaul setara dengan sesama manusia. Ada juga karena
alasan agama, orang membeda-bedakan harkat dan martabat manusia, seperti
memandang kedudukan wanita lebih rendah dari laki-laki. Dengan alasan agama,
orang mendudukkan suatu wangsa tertentu lebih tinggi dari wangsa yang lain.
Pengamalan
agama seperti itu akan merusak citra agama. Perilaku yang demikian itulah
sesungguhnya tergolong melakukan penodaan agama yang melanggar ajaran agama itu
sendiri dan juga ketentuan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Pengamalan
agama dalam kehidupan ini baru dianggap berhasil setidak-tidaknya dapat dilihat
dari tiga kriteria -- adanya peningkatan kualitas hidup manusia secara
individual, adanya peningkatan kualitas kehidupan sosial, dan adanya
peningkatan upaya pelestarian alam lingkungan. Tanpa adanya kemajuan dalam tiga
aspek kehidupan itu, berarti kehidupan beragama belum berhasil memberikan
kontribusi positif pada kehidupan ini.
Keyakinan
dan pemujaan pada Tuhan salah satu wujud dari pengamalan agama. Kalau pemujaan
Tuhan itu tidak mendatangkan perbaikan pada tiga aspek tersebut, maka ada
sesuatu yang salah dalam proses pengamalan agama. Kesalahan itu bukan pada
ajaran agama yang suci sabda Tuhan tersebut.
Tiga
kriteria suksesnya pengamalan agama dapat diamati sbb.:
Pertama, adanya
peningkatan kualitas hidup secara individual. Artinya dengan mengamalkan ajaran
agama, seseorang hidupnya menjadi semakin berkualitas. Dengan mengamalkan
ajaran agama, hidup seseorang lebih tenang dan damai dalam kejiwaannya, lebih
sehat secara fisik, lebih disiplin dalam melakukan kehidupan, lebih mampu
menata kehidupan yang semakin sejahtera lahir dan batin.
Demikian
juga secara individual moralnya semakin luhur, daya tahan mentalnya lebih
tangguh menghadapi hiruk pikuk, pasang surut serta suka dukanya kehidupan ini.
Proses kehidupan yang multidimensi ini diselenggarakannya dengan seimbang dan
wajar dan dengan demikian kehidupan di bumi ini tidak dirasakan sebagai beban
yang demikian memberatkan. Suka duka diterimanya dengan sikap yang adil dan dengan
akal sehat.
Dalam
diri setiap orang, menurut sastra Hindu ada kekuatan citta yang disebut
aiswarya. Unsur aiswarya ini adalah unsur pikiran yang mendorong seseorang
berniat dan berbuat untuk meningkatkan kualitas diri terus menerus. Dengan
mengamalkan ajaran Hindu, unsur aiswarya itu menjadi semakin kuat dalam citta
atau alam pikiran seseorang. Dengan begitu, orang pun semakin kuat niatnya
meningkatkan kualitas dirinya secara individual.
Kedua, dinamika
kehidupan sosial yang semakin harmonis. Dinamika sosial itu tetap sinergis.
Sinergi sosial itu mampu menumbuhkan produktivitas sosial yang semakin kondusif
menciptakan nilai-nilai spiritual dan nilai material yang seimbang dan
berkesinambungan. Dengan nilai itu, umat manusia hidupnya semakin rukun, aman dan
damai. Agama seharusnya mampu didayagunakan untuk memanajemen berbagai
perbedaan agar menjadi keanekaragaman yang membawa daya tarik menghapuskan
kejenuhan jiwa.
Agama
jangan diekspresikan justru untuk membawa keruhnya kehidupan sosial yang dalam
dunia global semakin pluralistik. Kondisi pluralistik ini justru dibina untuk
membangun dialog sosial yang multikultur. Dialog sosial itu dapat mendorong
munculnya inspirasi spiritual dalam mengakomodasikan berbagai aspirasi yang
berbeda dari berbagai pihak. Pengamalan agama dapat meredam dengan cantik emosi
sosial yang kadang-kadang meledak karena dipicu oleh pihak-pihak tertentu.
Memelihara kualitas individu dan sosial bedasarkan ajaran dharma.
Ketiga, pengamalan agama
akan sukses dengan ciri tidak adanya perilaku manusia mengeksploitasi
keseimbangan alam lingkungan yang melanggar hukum rta. Lingkungan yang rusak
karena adanya kerakusan sementara pihak, sementara orang-orang kaya menggunakan
sumber-sumber mineral yang tak terbarukan secara berlebihan. Misalnya minyak
bumi, bijih besi, timah, emas, perak, dll.
Semua
sumber mineral yang tak terbarukan itu dieksploitasi secara berlebihan sehingga
menimbulkan berbagai kerusakan bumi. Demikian juga menurunnya keberadaan air
tawar di bumi karena penggunaan yang berlebihan dan juga karena adanya
pengerusakan hutan yang sulit dihentikan. Semua itu mestinya tidak terjadi
kalau agama dapat berfungsi meredam kerakusan manusia. Alam seharusnya dijaga
penggunaannya secara seimbang dengan tidak melanggar hukum rta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar