Aatmaanam rathinam viddhi,
sariiram rathamtu.
Buddhim tu saaradem viddhi,
manah pragram eva ca.
Indriani hayaa aahur visayaams
tesu gocaraan
Aatmanendriya mano yuktam,
bhoktety aahur mamiisinah.
(Katha Upanishad. I.3-4)
Maksudnya:
Ketahuilah
Atman itu adalah tuannya kereta. Badan adalah kereta itu sendiri. Ketahuilah
Budhi (kebijaksanaan) itu adalah kusir dan pikiran adalah tali kekangnya.
Indria disebut bagaikan kuda. Sasaran indria adalah jalan. Atman dihubungkan
dengan badan, indriya dan pikiran. Ialah yang menikmati. Demikian orang bijak
menerangkannya.
DALAM mantra Katha Upanishad ini adalah suatu pariabel yang mengandalkan
diri manusia yang utuh bagaikan kereta yang lengkap. Dalam membangun diri,
tidak ada satu unsur pun yang boleh diabaikan. Kereta itu akan dapat berjalan
menuju tujuan yang dikehendaki oleh sang Penumpang, jika semua unsur kereta itu
ada dalam keadaan normal dan dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya.
Badan
kereta diumpamakan bagaikan badan wadag. Kuda itu bagaikan indria. Tali kekang
kuda bagaikan pikiran. Kusir kereta bagaikan kesadaran budhi. Idealnya badan
kereta dalam keadaan tidak ada yang rusak atau keropos. Demikian juga kuda
dalam keadaan sehat dan dapat dikendalikan. Tali kekang juga dalam keadaan kuat
mengendalikan kuda. Kusirnya juga harus sehat lahir batin.
Kereta
yang berkeadaan seperti itulah yang akan dapat membawa pemilik kereta sampai
pada tujuan. Demikian juga diri manusia harus di manajemen dengan
sebaik-baiknya. Dengan memanajemen diri secara seimbang, terpadu dan kontinu
itu sebagai syarat awal membangun diri yang sehat dan tenang.
Dengan
badan yang sehat dan jiwa yang tenang modal awal menemukan minat dan bakat.
Dengan ketemunya minat dan bakat dikembangkan dengan manajemen diri yang
kontinu mewujudkan keterampilan bahkan profesionalisme yang andal. Menggunakan
ajaran Hindu sebagai konsep manajemeni diri dengan tepat kita bangun manusia
berkualitas. Jadi, syarat utama membangun SDM menurut ajaran Hindu adalah
membangun SDM yang sehat secara jasmani, tenang secara rohani dan memiliki
profesionalisme yang andal.
Untuk
itu, menyiapkan SDM tidak seperti menyiapkan sebuah mesin untuk mengerjakan
suatu pekerjaan. Manusia itu harus dididik dan dilatih dengan memotivasinya
sebagai manusia ciptaan Tuhan yang memiliki jiwa. Dalam Bhagawad Gita III.42
tersirat konsep membangun SDM yang berkualitas dengan manajemen diri yang
bertahap.
Dalam
Bhagawad Gita tersebut dinyatakan sempurnakanlah indriamu. Tetapi lebih
sempurna dari indria adalah pikiran. Lebih sempurna dari pikiran adalah
kesadaran budhi. Yang paling sempurna dan suci adalah Atman sebagai sumber
hidup dalam diri.
Dalam
Sloka Bhagawad Gita tersebut tergambar konsep manajemen diri yang terstruktur
seperti halnya Katha Upanishad dalam kutipan di atas. Indria hendaknya
dimanajemen agar sehat dapat berfungsi dengan baik dan patuh pada manah
(pikiran) yang positif. Demikian juga pikiran harus selalu dilatih berproses
logis untuk dapat menerima pencerahan kesadaran budhi.
Kalau
manajemeni diri tersebut berhasil, hal itu yang dapat menjadi media
mengekspresikan kesucian Atman. Kalau kesucian Atman dapat diekspresikan sampai
tampil dalam wujud perilaku nyata maka perilaku itu akan selalu berada pada
jalur dharma. Manajemen diri yang mampu mengekspresikan kesucian Atman dalam
perilaku itulah sebagai SDM yang berkualitas.
Diri
yang termanajemen dengan konsep sastra suci Hindu itu adalah diri yang mampu
mewujudkan hidup yang sehat, tenang dan profesional untuk mengabdi pada sesama
ciptaan Tuhan. Mewujudkan konsep Hindu dalam manajemen diri itu sangat
memerlukan ketetapan hati dan disiplin diri yang tinggi. Tanpa disiplin dan
ketetapan hati, mustahil konsep itu akan dapat direalisasikan. Ibarat menanam
pohon di musim kemarau. Harus tiap hari disiram dengan air yang cukup.
Berketetapan
hati maksudnya dalam suatu proses perjuangan apa saja pasti banyak godaan atau
hambatan yang akan dijumpai. Setiap godaan dan hambatan hendaknya dijadikan
bumbu penyedap dalam perjuangan. Orang yang mudah putus asa atau mudah terkebur
tidak akan berhasil dalam mewujudkan perjuangan.
Apalagi
dalam memanajemen diri sungguh banyak liku-liku yang harus ditempuh dengan
penuh perhitungan dan keyakinan. Dengan akal sehat dan keyakinan, Tuhan pasti
memenangkan yang benar. Tanpa keyakinan yang kuat, maka manajemen diri itu akan
mudah terseret arus sosial yang tidak terarah. Karena itu, manajemen diri (jana
kerti) dan manajemen sosial (jagat kerti) harus seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar