Panca Yama Brata terdiri dari kata Panca
artinya lima, Yama artinya pengendalian, Brata artinya taat terhadap sumpah. Panca Yama
Brata artinya lima macam disiplin manusia dalam mengendalikan keinginan
A. BAGIAN – BAGIAN PANCA YAMA BRATA
1.
Ahimsa
2.
Brahmacari
3.
Satya
4.
Awyawaharika
5.
Asteya atau Astenya
B. PENJELASAN MASING – MASING BAGIAN PANCA YAMA BRATA
1. Ahimsa.
Perkataan Ahimsa berasal dari dua kata yaitu :
“a” artinya tidak, “himsa” artinya menyakiti, melukai, atau membunuh.
Jadi, Ahimsa artinya tidak menyakiti, melukai,
atau membunuh mahluk lain baik melalui pikiran, perkataan, dan tingkah laku
secara sewenang – wenang. Agama Hindu mengajarkan kepada umatnya untuk tidak
membunuh atau menyakiti mahluk lain adalah dosa. Ajaran Ahimsa itu merupakan
salah satu faktor susila kerohanian yang amat penting dan amat utama.
Menurut ajaran Dharma didalam sloka disebutkan
ahimsa para dharmah artinya kebajikan ( Dharma ) yang tertinggi terdapat pada
ahimsa. Jadi, jelaslah bahwa ajaran yang tinggi itu adalah tidak membunuh.
Namun, uraian itu jangan ditafsirkan secara ekstrim ( kaku ) karena bisa
bertentangan dengan ajaran agama yang kita anut ( agama Hindu).
Dengan demikian kita boleh membunuh untuk
mempertahankan hidup asal tidak didorong dengan Nafsu atau Sad Ripu yaitu :
Kama ( keinginan ), Lobha ( rakus, lobha ), Krodha ( marah ), Mada ( angkuh,
mabuk ), Moha ( kebingungan ), Matsarya ( iri hati ).
Jadi, meskipun ajaran Ahimsa itu berarti tidak
membunuh tetapi dalam batas-batas tertentu kita diperbolehkan membunuh.
Contoh :
di dalam Kitab Slokantara disebutkan ada empat macam pembufnuhan yang
diperbolehkan, yaitu :
1.
Dewa Puja :
Persembahan kepada DEwa ( Dewa Yadnya )
2.
Pitra Puja :
Persembahan kepada Roh leluhur ( Pitra Yadnya )
3.
Athiti Puja :
Persembahan kepada tamu yang kita hormati
4.
Dharma Wighata :
kewajiban bagi semua orang membunuh mahluk yang mengganggu atau memberi
penderitaan terhadap umat manusia.
Sedangkan mahluk yang kita persembahkan kepada
Dewa Puja, Pitra Puja, Athiti Puja, dan Dharma Wighata pun kalau untuk upacara
berarti kita menolong untuk meningkatkan jiwanya, sebab sebelum menyembelih
binatang biasanya terlebih dahulu diberi mantram yang berbunyi sebagai
berikut :
“ Om Papasayah wiwaha ceras shadayat
dimahitano jiwah pracodayat “
artinya : “Ya Tuhan saya hendak
memotong hewan atau binatang ini dengan memotong kepalanya, semoga jiwanya
dapat meningkat. “
Dengan demikian sebenarnya ajaran Ahimsa itu
tidak lain harus memperhatikan dan mengendalikan tingkah lakunya agar pikiran,
perkataan, dan perbuatan tidak menyakiti orang lain atau mahluk lain. Setiap
pikiran, perkataan, perbuatan yang tujuannya menyakiti orang lain maka disebut
perbuatan Himsa.
Oleh karena itu hindari perbuatan Himsa
terhadap semua mahluk. Kita harus saling asah, asih, dan asuh terhadap
sesamanya. Karena jiwatman kita sama dengan jiwatman mahluk lain yang berasal
dari satu sumber yaitu Paramaatman ( Sang Hyang Widhi ).
2. Brahmacari.
Kata Brahmcari terdiri dari dua kata, y:
Brahma dan cari atau carya. Brahma artinya Ilmu pengetahuan sedangkan Cari atau
carya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu : Car artinya gerak atau tingkah
laku.
Jadi Brahmacari artinya tingkah laku manusia
dalam menuntut ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan tentang ketuhanan dan
kesucian.
Brahmacari juga disebut masa Aguron – guron (
masa berguru ). Oleh karena itu, seorang siswa kerohanian harus mempunyai
pikiran yang bersih yang hanya memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja,
supaya perasaan dan pikiran bisa terpusat. Belajar dengan baik perlu adanya
tata tertib yang baik seperti : pemakaian waktu, kebersihan, kesopanan,
ketertiban pembagian tugas, dan juga sangsi – sangsi pelanggaran yang lebih
penting lagi, seorang siswa kerohanian atau seorang Brahmacari dilarang kawin,
berdagang, dan berpolitik.
Petunjuk – petunjuk di atas itu dalam menuntut
ilmu pengetahuan selama Brahmacari adalah merupakan kunci keberhasilan bagi
seorang siswa kerohanian. Barang siapa yang tidak mematuhi aturan – aturan di
atas dan tidak rajin, serta tidak tekun jpada masa ini pasti akan gagal.
Didalam hubungan sosial masyarakat seorang
siswa diharapkan memasuki tahap berikutnya yaitu tahap Grahastha yakni masa
hidup berumah tangga. Di dalam Slokantara disebutkan mengenai perkawinan masa
Brahmacari dan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :
1.
Sukla Brahmacari
: Orang yang tidak pernah kawin sejak kecil sampai ia meninggal dunia. Tokoh
yang melakukan Sukla Brahmacari di dalam pewayangan, adalah Bhisma dalam
Mahabharata, dan Laksmana dalam cerita Ramayana.
2.
Sewala Brahmacari
: orang yang kawin beristri atau bersuami hanya sekali dalam hidupnya dan tidak
kawin lagi walaupun istri atau suami meninggal dunia. Tokoh pewayangan yang
melakukan Sewala Brahmacari dalam cerita Ramayana adalah Sang Rama.
3.
Tresna atau Krishna
Brahmacari : orang yang kawin lebih dari satu maksimal empat orang dan tidak
boleh kawin lagi. Tokoh pewayangan yang melakukan Tresna atau Krishna
Brahmacari adalah Dewa Siwa yang istrinya empat yaitu Dhurga, Uma, Gori, dan
Parwati.
Selain tiga macam pengertian Brahmacari di
dalam perkawinan di atas, juga disebutkan seorang yang menuntut hidup Grahastha
( masa hidup berumah tangga ) harus kuat mengekang hawa nafsu dan kuat
mengendalikan diri agar tidak menyimpang dari kesusilaan, sehingga menimbulkan
dosa besar, seperti:
1.
Gurwanggamana
adalah kawin dengan istri guru, bekas istri guru, anak guru, dan cucu guru.
2.
Gamyagamana
adalah beristri dengan orang yang tidak boleh dipakai istri, misalnya : kawin
dengan ibu kandung, anak, kakak, cucu, dan saudara.
3.
Paradaragamana
adalah melakukan perkawinan dengan istri orang lain.
3. Satya
Satya adalah bagian ketiga dari Panca Yama
Bratha. Satya artinya : benar, jujur, dan setia. Satya juga diartikan sebagai
gerak pikiran yang patut diambil menuju kebenaran, yang didalam prakteknya
meliputi kata – kata yang tepat dan dilandasi kebajikan untuk mencapai kebaikan
bersama.
Jadi, Satya tidak sepenuhnya diartikan benar,
jujur dan setia tetapi di dalam pelaksanaannya melihat situasi yang bersifat
relatif. Maka
di sinilah kita menempuh jalan Satya yang pelaksanaannya melihat situasi dan
kondisi yang relatif.
Satya, kejujuran untuk mencari kebenaran ini memang
memgang peranan yang sangat penting di dalam ajaran kerohanian untuk mencapai
kelepasan atau moksa. Di dalam sastra sering kita jumpai sebagai motto atau
semboyan yaitu : “ Satyam eva jayate “ yang artinya hanya kejujuranlah yang
menang bukan kemaksiatan atau kejahatan.
Kesetiaan, kejujuran hendaknya dipakai pedoman
dalam setiap tindakan atau perbuatan kita sehari-hari.
Dalam ajaran satya kita mengenal Panca Satya,
yaitu :
1.
Satya Wacana artinya : setia pada kata – kata
2.
Satya Herdaya artinya : setia pada kata hati
3.
Satya Laksana artinya : setia dan bertanggung jawab terhadap
perbuatannya.
4.
Satya Mitra artinya : setia pada teman
5.
Satya Semaya artinya : setia pada janji.
4. Awyawaharika artinya tidak terikat pada ikatan keduniawian.
5. Asteya atau
Astenya artinya tidak mencuri atau tidak
memperkosa hak milik orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar