INFO

Senin, 14 Desember 2015

MAKNA DAN TATA CARA PERSEMBAHYANGAN AGAMA HINDU



A.     Definisi Sembahyang
Sembahyang terdiri atas dua kata, yaitu: (1) Sembahberarti sujud atau sungkem yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau pikiran baik dengan ucapan kata-kata maupun tanpa ucapan, misalnya hanya sikap pikiran. (2) Hyang berarti yang dihormati atau dimuliakan sebagai obyek dalam pemujaan, yaitu Sang Hyang Widhy Wasa Yang Maha Esa.
Dalam bahasa sehari-hari sembahyang sering disebut dengan istilah“mebhakti” atau “maturan”. Disebut juga dengan“muspa” karena dalam persembahyangan itu lazim juga melakukan persembahan menggunakan kembang (puspa). Disebut “mebhakti” karena inti dari persembahan itu adalah penyerahan diri setulus hati tanpa pamrih kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Demikian pula kata “maturan” yang artinya mempersembahkan apa saja yang merupakan hasil karya sesuai dengan kemampuan tanpa dipaksakan dengan perasaan yang tulus ikhlas, seperti bunga, buah-buahan, jajanan, minuman dan lain-lain.

B.     Manfaat Bersembahyang
Sembahyang memiliki manfaat yang sangat besar bagi kita baik manfaat pisik maupun psikis. Salah satu manfaat sembahyang adalah untuk memelihara kesehatan. Selain pikiran menjadi jernih, sikap-sikap sembahyang seperti asana (padmasana, siddhasana, sukhasana, dan bajrasana) membuat otot dan pernafasan menjadi bagus.
Bersembahyang dan berdoa juga mendidik kita untuk memiliki sifat ikhlas karena apa yang ada di dalam diri dan di luar diri kita tidak ada yang kekal, cepat lambat akan kita tinggalkan atau berpisah dengan diri kita. Keikhlasan inilah yang dapat meringankan rasa penderitaan yang kita alami karena kita telah paham benar akan kehendak Sang Sang Hyang Widhi Wasa. Bersembahyang juga dapat menentramkan jiwa karena adanya keyakinan bahwa Sang Hyang Widhy Wasa selalu akan melindungi umatNya.

C.      Persiapan Sembahyang
Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir seperti pakaian, bunga, dupa, sikap duduk, pengaturan nafas dan sikap tangan. Sedangkan persiapan bathin adalah ketenangan dan kesucian pikiran.
Langkah-langkah persiapan dan sarana-sarana sembahyang adalah sebagai berikut:

1.  Asuci laksana, yaitu membersihkan badan dengan mandi.
2.  Pakaian, hendaknya memakai pakaian sembahyang yang bersih serta tidak mengganggu ketenangan pikiran dan sesuai dengan Desa Kala Patra (tempat, waktu dan aturan).
3.  Bunga dan Kawangen, yaitu lambang kesucian sehingga diusahakan memakai bungan yang segar, bersih dan harum. Jika dalam persembahyangan tidak ada kawangen, maka dapat diganti dengan bunga. Kawangen berasal dari kata kewangi (keharuman) yang menunjukkan cinta harum kita kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Kawangen juga menyimbolkan alam bhuana agung, seperti bulan, matahari dan bintang. Bentuknya yang segitiga menunjukkan apa yang kita mohon menuju pada diri kita. Menurut Agastya Parwa bunga yang baik untuk persembahan adalah “Nihang ikang kembang tan yogya ring bhatara. Kembang uleren, kembang ruru tan inunduh, kembang laywan-laywan ngaranya alewas sekar-kembang munggah. Ring sema, nahan ta twir ning kembang tan yogya pujakina de nikang Sang Satwika” yang terjemahannya adalah inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada Bhatara, bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa diguncang (dipetik), bunga yang berisi semut, bunga yang layu yaitu lewat masa mekarnya, bunga yang tumbuh dikuburan, itulah jenis-jenis bunga yang tidak patut dipersembahkan oleh orang yang baik-baik.
4.  Dupa, yaitu simbol Hyang Agni, saksi dan pengantar sembah kita kepada Sang Hyang Widhi Wasa.
5.  Tempat duduk,hendaknya tidak menggangu ketenangan untuk sembahyang serta arah duduk adalah menghadap pelinggih.
6.  Sikap duduk, dapat dipilih sesuai Desa Kala Patra dan tidak mengganggu ketenangan hati. Ada empat yaitu padmasana, siddhasana, sukhasana, dan bajrasana.
7.  Sikap tangan, pada saat melaksanakan Puja Tri Sandya adalah dengan sikap “Amusti Karana” yaitu cakupkan dua tangan didada, kedua ibu jari bertemu, empat jari kanan menutup empat jari kiri. Sikap lain yang dapat digunakan adalah Dewa Pratista,yaitu cakupan dua tangan didada, kedua ibu jari bertemu dan disatukan dengan jari telunjuk tangan kanan dan empat jari kiri menutup empat jari kanan.Sedangkan sikap tangan yang baik pada waktu sembahyang/muspa adalah “cakupang Kara Kalih”, yaitu kedua telapak tangan dikatupkan diletakkan di depan ubun-ubun. Bunga atau kawangen dijepit pada ujung jari tengah.

D.     Urutan Sembahyang
Memasuki areal Pura hendaknya “melukat” terlebih dahulu dengan memercikkan tirtha kepada diri kita, sebagai simbol menyucikan diri dan mohon ijin secara niskala. Hendaknya umat masuk ke Pura melalui pintu sebelah kiri dan keluar menuju pintu sebelah kanan karena harus sesuai dengan arah perputaran waktu yang selalu maju.
Sebelum melaksanakan Kramaning Sembah hendaknya melaksanakan Puja Trisandya terlebih dahulu. “Dalam melakukan Puja Trisandya baik sendirian maupun berkelompok kita berkonsentrasi dengan baik, mengikuti desah nafas kita dengan halus dan pelan. Sepanjang mampu kita bernafas lantunkanlah sloka-sloka tersebut dengan lemah lembut. Kalau kita melantunkan sloka dengan pikiran, maka mantram tersebut seperti terkejar-kejar atau belomba-lomba dan tidak berakhir dengan bersamaan”.
Setelah melakukan Puja Trisandya, kita lanjutkan dengan melaksanakan Panca Kramaning Sembah yang bermakna sebagai berikut:
1.  Sembah pertama dengan tangan kosong (puyung) yang intinya bertujuan untuk memohon kesucian dan memusatkan pikiran.
2.  Sembah kedua, ketiga dan keempat dengan memakai bungan dan kawangen dengan tujuan penyampaian rasa hormat kepada Sang Hyang Widhy Wasa, penyampaian hormat kepada sifat wujudNya dalam segala manifestasiNya dan kepada para Dewa, serta penyampaian permohonan maaf dan permohonan anugrah.
3.  Sembah kelima, yaitu sembah tangan kosong yang merupakan sembah penutup sebagai rasa terima kasih atas wara nugraha beliau dan mengantarkan kembali ke alam gaib.
Seusai melaksanakan persembahyangan, umat dipercikkan tirtha wangsuh pada Ida Bhatara. Tirta ini dipercikkan 3-7 kali di kepala, 3 kali diminum dan 3 kali mencuci muka (meraup). Hal ini dimaksudkan agar pikiran dan hati umat menjadi bersih dan suci. Kebersihan dan kesucian hati adalah pangkal ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan lahir dan bathin itu sendiri.
Kemudian mawija atau mabija dilakukan setelah selesai metirtha yang merupakan rangkaian terakhir dari suatu persembahyangan. Wija atau bija adalah biji beras yang dicuci dengan air atau air cendana. Bila dapat diusahakan beras galih, yaitu beras yang utuh tidak patah (aksata). Wija atau bija adalah lambang Kumara, yaitu putra atau wija Bhatara Siwa. Jadi, mewija mengadung makna menumbuh kembangkan benih ke-Siwa-an itu di dalam diri.
Perlu diketahui, bahwa aktifitas persembahyangan merupakan sebuah siklus yang membentuk satu kesatuan,mulai dari sikap tangan, dan mantram yang ucapkan. Sehingga dalam bersembahyang kita harus mengikuti urutan-urutan persembahyangan.




E.      Tahapan Persembahyangan

1. Mantram Dupa :
Oṁ Ang dupa dipāstraya nama swāha
OSang Hyang Widhy Wasa/Brahma tajamkanlah nyala dupa hamba sehingga sucilah sudah hamba seperti sinar-Mu.
2. Mantram Bunga dan Kawangen
Oṁ puspa dantā ya namah swāha

OSang Hyang Widhy Wasa, semoga bunga ini cemerlang dan suci.

3. Sikap Sempurna (Asana) Duduk dengan tenang, dan setelah suasananya tenang ucapkan mantram :
Oṁ prasada sthiti sarira siwa suci nirmalāya namah swāha
OSang Hyang Widhy Wasa, dalam wujud Hyang Siwa, hamba-Mu telah duduk tenang, suci, dan tiada noda.
4. Melakukan Pranayama

Menarik nafar(Puraka) : O Ang Namah
OSang Hyang Widhy Wasa dalam aksara Ang pencipta, hamba hormat

Menahan nafas (kumbaka) : O Ung Namah
O Sang Hyang Widhy Wasa dalam aksara Ung pemelihara, hamba hormat

Mengeluarkan nafas (recaka) : O Mang Namah
O Sang Hyang Widhy Wasa dalam aksara Mang pelebur, hamba hormat

5. Penyucian tangan   
a.    Tangan kanan :Oṁ suddha mām swāha
OSang Hyang Widhy Wasa, bersihkanlah tangan hamba (bisa juga pengertiannya untuk membersihkan tangan kanan).
b.    Tangan kiri :  Oṁ ati suddha mām swāha
OSang Hyang Widhy Wasa, lebih dibersihkan lagi tangan hamba (bisa juga pengertiannya untuk membersihkan tangan kiri).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar