Dalam
Bhagavad-gita 3.42 Sri Krishna menjelaskan kedudukan sang mahluk hidup (jiva)
dalam badan jasmani sebagai berikut. “Indriyani parany ahur,
indriya-indriya jasmani lebih halus dari pada obyek-obyeknya. Indriyebhyah
param manah, pikiran lebih halus dari pada indriya-indriya. Manasas tu
para buddhi, kecerdasan lebih halus dari pada pikiran. Dan, Yo buddheh
paratas tusah, sang jjva lebih halus dari pada kecerdasan”.
Berlandaskan
sloka Gita tersebut, maka menurut Veda ada 5 (lima) macam kesadaran yang
tersusun (dari bawah ke atas) sebagai berikut.
No
|
Jiva dan unsur
jasmani
|
Macam kesadaran
|
Keterangan
|
1
|
Jéva
|
Spiritual
|
Kesadaran
Spiritual
|
2
|
Ego
|
Egoistik
|
Kesadaran
material
|
3
|
Kecerdasan
|
Intelektual
|
|
4
|
Pikiran
|
Mental
|
|
5
|
Indriya
|
Sensual
|
Kesadaran
spiritual dicapai ketika ego, keakuan palsu (ahankara), “Aku adalah
badan jasmani bernama si Anu” berubah menjadi ”Aku adalah jiva
rohani abadi yang berkedudukan dasar sebagai abdi/pelayan kekal Tuhan Krishna”.
Dengan kembali pada kedudukan dasar (constitutional position)-nya, sang jiva
mencapai kebahagiaan sejati (brahma-sukha).
Kesadaran
material ada 4 tingkat yaitu sensual, mental, intelektual dan egoistik.
Beraneka macam watak dan prilaku orang-orang berkesadaran materialistik lahir
dari keempat macam kesadaran ini. Mereka yang berkesadaran material menganggap
kenikmatan indriyawi semu dan sementara/sebentar (mäyä-sukha) sebagai
kebahagiaan sejati (brahma-sukha). Sebab mereka pikir bahwa setelah ajal segala
sesuatu yang terkait dengan badan jasmaninya jadi hilang, lenyap tanpa bekas.
Mereka tidak perduli bahwa begitu banyak manusia kaya raya hidup tidak aman,
tidak tenang, tidak nyaman dan tidak damai, apa lagi bahagia.
Sebaliknya,
orang-orang bijak berkesadaran spiritual merasakan kebahagiaan sejati (brahma-sukha)
dari keinsyafan diri sebagai jiva rohani abadi dengan sibuk dalam
kegiatan rohani pelayanan berdasarkan cinta kasih (bhakti) kepada Sri
Krishna.
Oleh
karena kesadaran setiap orang bertingkat sebagaimana dijelaskan diatas, maka
Veda memberikan jalan kerohanian (yoga) yang bertingkat pula untuk kembali
kepada Tuhan dan tinggal bersama-Nya di dunia rohani dalam hubungan cinta kasih
(bhakti) timbal-balik dengan-Nya. Dalam hubungannya dengan tingkat kesadaran
tersebut, jalan kerohanian (yoga) dapat diringkas sebagai berikut.
No
|
Macam kesadaran
|
Jalan kerohanian (yoga)
|
Keterangan
|
1
|
Spiritual
|
Bhakti
|
Kesadaran
Spiritual
|
2
|
Egoistik
|
Dhyäna
|
Kesadaran
material
|
3
|
Intelektual
|
Jïäna
|
|
4
|
Mental
|
Karma
|
|
5
|
Sensual
|
Dikatakan
bahwa orang yang menekuni jalan karma tergolong kegiatan materialistik, sebab
dia berkeinginan untuk bisa memuaskan indriya-indriya jasmani secara lebih dan
lebih nikmat sesuai petunjuk Veda. Orang yang menekuni jalan jïäna juga
dikatakan tergolong berkegiatan materialistik karena dia masih dalam taraf
berusaha membebaskan diri dari akibat (phala) kerja (karma) yang mengikat dan
menyengsarakan di dunia fana berdasarkan pengetahuan filosofis Veda. Orang yang
menekuni jalan dhyäna (meditasi)-pun masih tergolong berkegiatan materialistik,
sebab dia ingin mengatasi segala keterbatasan indriya, pikiran dan kecerdasan
jasmaninya dengan memperoleh berbagai kemampuan mistik alamiah (siddhi).
Sedangkan orang yang menekuni jalan bhakti (cinta kasih) kepada Tuhan,
dikatakan telah berkesadaran spiritual. Sebab, a. Dia telah menginsyafi bahwa
dirinya sejati adalah jéva rohani abadi, bukan badan jasmani yang material dan
sementara. b. Segala kegiatannya dilakukan semata-mata sebagai pelayanan bhakti
kepada Tuhan sehingga dia bebas dari reaksi (akibat) karma baik ataupun buruk yang
mengikat di dunia fana (perhatikan Bg.3.9, 9.27-28 dan Bhag.11.21.15). Dengan
kata lain kegiatannya berhakekat spiritual.
Yoga
sebagai jalan kerohanian bertingkat dapat pula diibaratkan sebagai satu tangga
yaitu “Tangga Yoga” yang memiliki empat pijakan. Keempat pijakan ini
(dari bawah ke atas) dapat digambarkan sebagai berikut.
![]() |
Pijakan
tangga yoga pertama (paling bawah) adalah karma dan disebut Yoga-aruruksah.
Dikatakan,”Ärurukñor muner yogaà karma käraëam ucy- ate, bagi orang-orang yang
baru mu- lai menuruti jalan rohani (yoga) ini, karma dikatakan sebagai caranya”
(Bg.6.3). Sedangkan pijakan tangga keempat (paling atas dan terakhir) adalah
bhakti dan disebut Yoga-arudha. Dikatakan,”Yogärüòhasya tasyaiva çamaù käraëam
ucyate, bagi orang yang telah mencapai puncak yoga, menghentikan kegiatan
materialistik pamrih (yaitu dengan pelayanan bhakti kepada Tuhan) dikatakan
sebagai caranya” (Bg.6.3).
Praktik
Hata-yoga yang dimulai dengan mempraktekkan bermacam-macam posisi tubuh atau
asana (yang nampak seperti kegiatan senam jasmani) untuk mengendalikan
indriya-indriya jasmani, dianggap tergolong tingkat karma.
Karma,
Jnana, dhyana dan bhakti dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yoga karena
keempatnya membentuk “Tangga Yoga”.
a.
Karma
Bila
kegiatan (mencakup kegiatan badan, pikiran dan kata-kata) itu semata-mata
dimaksudkan untuk meningkatkan standar kehidupan material supaya lebih baik dan
lebih menyenangkan dengan lahir di alam Surgawi (Svarga-loka) sesuai petunjuk
Veda, maka kegiatan material ini disebut karma-yoga. Bagian Veda yang
mengajarkan tentang karma-yoga ini disebut karma-kanda dan
bersumber pada kitab-kitab Catur-Veda. Kegiatan karma-kanda ini pada
umumnya berupa ritual keagamaan memuja para dewa.
b.
Jnana
Bila
kegiatan (badan, pikiran dan kata-kata) dilandasi oleh pengetahuan Veda dengan
tujuan membebaskan diri dari reaksi (phala) kerja (karma) yang
mengikat di dunia fana, maka kegiatan ini disebut jïäna-yoga.
Bagian Veda yang mengajarkan jïäna-yoga disebut jïäna-kanda
dan bersumber pada kitab-kitab Upaniñad. Kegiatan jïäna-kanda
ini pada umumnya berupa diskusi pengetahuan Veda tentang Tuhan impersonal yaitu
Brahman tanpa wujud, sifat dan ciri apapun.
c.
Dhyäna
Bila
kegiatan (badan, pikiran dan kata-kata) dilandasi oleh keinginan memperoleh kekuatan
mistik alamiah (siddhi) melalui pemusatan pikiran kepada Tuhan sesuai dengan
aturan / petunjuk Veda agar bisa pergi dan menikmati secara lebih super di mana
saja di alam semesta material, maka kegiatan ini disebut dhyäna-yoga.
Bagian Veda yang mengajarkan dhyäna-yoga disebut jïäna-kanda
pula dan bersumber pada kitab-kitab Upaniñad. Pada umumnya kegiatan ini
berupa meditasi kepada Tuhan sebagai Paramätmä.
d.
Bhakti
Bila
kegiatan (badan, pikiran dan kata-kata) dilandasi semata-mata oleh keinginan menyenangkan
Kepribadian Tuhan YME (Bhagavän) dengan menyibukkan seluruh indriya-indriya
jasmani dalam pelayanan berdasarkan cinta-kasih kepada-Nya sesuai petunjuk
Veda, maka kegiatan demikian menjadi spiritual dan disebut bhakti-yoga. Bagian
Veda yang mengajarkan bhakti-yoga disebut Upasana-kanda dan bersumber pada
kitab-kitab Veda Çruti (Vedanta dan Bhagavad-gétä) dan Veda Småti (Purana dan
Itihäsa). Pada umumnya kegiatan bhakti ini berupa pemujaan Arca-vigraha Tuhan.
Berdasarkan
tangga yoga dan unsur-unsurnya sebagaimana dijelaskan di atas, maka
keempat jalan kerohanian (yoga) ini dapat diringkas menjadi:
a. Kegiatan
memenuhi kebutuhan hidup sesuai aturan Veda = Karma-yoga
b. Karma +
pengetahuan Veda = Jnana-yoga
c. Jnana +
meditasi = Dhyana-yoga
d. Dhyana +
pelayanan berdasarkan cinta kasih kepada Tuhan = Bhakti-yoga
Oleh
karena bhakti-yoga adalah pijakan tangga yoga yang
terakhir/tertinggi, maka ini berarti bahwa Tuhan pribadi atau Kepribadian Tuhan
YME (Bhagavan) hanya bisa dimengerti dan dicapai dengan proses bhakti-yoga.
Dengan kata lain, Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan YME Krishna hanya bisa
dimengerti dan dicapai dengan mencintai-Nya. Sri Krishna mengatakan hal ini
berulang kali,”Bhaktyä tv ananyayä çakya aham evaà-vidho `rjuna, Arjuna
yang baik, Aku hanya bisa dimengerti/dicapai dengan bhakti yang tulus (Bg.11.54).
Bhaktyä mäm abhijänäti yävän yaç cäsmi tattvataù tato mäà tattvato jïätvä
viçate tad-anantaram, seseorang hanya bisa mengerti Aku sebagai Kepribadian
Tuhan YME dengan cinta-kasih (bhakti) kepada-Ku. Bilamana dia telah
menyadari betul hakekat diri-Ku demikian dengan bhakti, maka dia akan mencapai dunia rohani” (Bg.18.55). Perhatikan pula sloka
Bg.4.3, 8.22, 9.34, 13.19, 18.65 dan 18.67-68. Juga silahkan lihat sloka
Bg.7.17, 8.10, 9.29 dan 12.14-20.
Sri Krishna pun telah secara langsung
menyatakan bahwa diri-Nya tidak bisa dimengerti dengan belajar pengetahuan
filosofis Veda (jnana), dengan hidup amat sederhana (täpasa), dengan banyak
beramal atau melakukan çubha-karma dan juga dengan memuja/menyembah (meditasi
kepada)-Nya. Beliau berkata,”Nähaà vedair na tapasä na dänena na cejyayä çakya
evaà-vidho drañöuà dåñöavän asi mäà yathä, wujud-Ku yang spiritual ini tidak
bisa dimengerti dengan belajar Veda, dengan melakukan pertapaan keras, dengan banyak
bersedekah dan juga dengan bersembahyang. Bukan dengan cara-cara ini Aku bisa
dimengerti” (Bg.11.53). Kemudian Sri Krishna berkata bahwa diri-Nya hanya
bisa dimengerti dan dicapai dengan bhakti (Bg.11.54).
Pemahaman yang umum berlaku di masyarakat Hindu
dewasa ini adalah bahwa keempat sistem yoga (karma, jnana,
dhyäna dan bhakti) tersebut adalah jalan berbeda untuk mencapai Tuhan.
Setiap yoga ini adalah sistem terpisah dan tidak bergantung antara satu
dengan yang lainnya. Setiap orang boleh memilih sesuai dengan keinginannya dan
kemampuannya mempraktekkan. Begitulah dengan menekuni salah satu jalan
kerohanian (yoga) ini, seseorang mencapai Tuhan.
Sloka
Veda yang dipakai membenarkan pemahaman ini adalah sloka Bhagavad-gita 4.11
yang diterjemahkan sebagai berikut,”Dengan jalan apapun orang memuja-Ku, pada
jalan yang sama Aku memenuhi keinginannya, wahai Partha, karena pada semua
jalan yang ditempuh mereka, semuanya adalah jalan-Ku”. Tetapi para penganut
“Banyak jalan rohani (yoga) menuntun menuju Tuhan” tidak perduli pada kata
“prapadyante, berserah diri” dalam sloka ini. Makna sebenarnya sloka ini adalah
sebagai berikut; “Ye yatha mam prapadyante tams tatha-iva bhajami aham,
sesuai dengan tingkat penyerahan diri setiap orang kepada-Ku, Aku berikan
balasan sepadan”. Jadi sloka ini sesungguhnya hanya terkait dengan jalan
kerohanian bhakti. Sebab hanya orang yang mencintai Tuhan (yaitu bhakta-Nya)
bisa dan mau berserah diri kepada-Nya. Selanjutnya, “Mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah, semua orang menuruti jalan (aturan)-Ku dalam
segala hal, O putra Prtha”. Maksudnya, jalan kerohanian apapun yang telah
diberikan oleh Tuhan, pasti diikuti oleh semua orang menurut tingkat
kesadarannya sesuai dengan kadar tri-guna yang mendominasi dirinya.
Begitulah
mereka yang amat melekat pada kesenangan duniawi pasti mengikuti jalan karma
dengan memuja para dewa untuk mendapatkan berkah material. Mereka disebut
karmi. Orang-orang yang tidak puas pada kenikmatan duniawi, pasti mengikuti
jalan jnana agar bebas dari reaksi kegiatan (karma) yang mengikat dan
menyengsarakan di dunia fana dengan menginsyafi aspek Tuhan impersonal sebagai
Brahman. Mereka disebut jnani. Mereka yang ingin mendekatkan diri kepada Tuhan
yang bersemayam di hatinya (sebagai Paramatma) pasti mengikuti jalan dhyana
(meditasi) dan disebut yogi-mistik. Sedangkan orang-orang yang sudah
bosan dengan berbagai macam perjuangan keras mengejar kesenangan duniawi,
perdebatan filosofis tentang Tuhan (Brahman) impersonal dan pemilikan
berbagai siddhi (kemampuan mistik alamiah) yang tidak sungguh-sungguh
membahagiakan, pasti ingin berhubungan langsung dengan Tuhan dalam pelayanan
cinta kasih (bhakti) kepada-Nya. Mereka disebut bhakta. Demikianlah makna sloka
Bg.4.11 yang paling sering dikutip oleh mereka yang berpaham “Banyak jalan
rohani (yoga) untuk mencapai Tuhan”.
Mengutip
satu sloka Bhagavad-gita dan melalaikan semua yang lain untuk membenarkan
pendapat yang dianut, adalah perbuatan licik yang menyesatkan. Bhagavad-gita
harus dipahami secara menyeluruh sesuai aturan/petunjuk yang tercantum padanya.
Dengan cara ini seseorang bisa mengerti bahwa sesungguhnya Tuhan Krishna
mewejangkan Bhagavad-gita dengan maksud agar para jiva berjasmani
manusia modern Kali-Yuga kembali membina hubungan cinta (bhakti)-nya
yang telah terputus dengan Beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar