A.
TATWA
Tattwa berasal dari kata tat dan twa. Tat
berarti ”itu” dan twa juga berarti ”itu”. Jadi secara leksikal kata tattwa
berarti ”ke-itu-an”. Dalam makna yang lebih mendalam kata tattwabermakna
”kebenaranlah itu”. Kerapkali tattwa disamakan
dengan filsafat ketuhanan atau teologi. Di satu sisi, tattwa adalah filsafat
tentang Tuhan, tetapi tattwa memiliki dimensi lain yang tidak didapatkan dalam
filsafat, yaitu keyakinan. Filsafat merupakan pergumulan pemikiran yang tidak
pernah final, tetapi tattwa adalah pemikiran filsafat yang akhirnya harus
diyakini kebenarannya. Sebagai contoh, Wisnu disimbolkan dengan warna hitam,
berada di utara, dan membawa senjata cakra. Ini adalah tattwa yang harus
diyakini kebenarannya, sebaliknya filsafat boleh mempertanyakan kebenaran dari
pernyataan tersebut. Oleh sebab itu dalam terminologi Hindu, kata tattwa tidak
dapat didefinisikan sebagai filsafat secara an sich,tetapi lebih tepat
didefinisikan sebagai dasar keyakinan Agama Hindu. Sebagai dasar keyakinan
Hindu, tattwa mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha (Widhi tattwa, Atma
tattwa, Karmaphala tattwa, Punarbhawa tattwa, dan Moksa tattwa).
B. TRI PRAMANA
Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka
dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual, begitupun
pada semua ajaran-ajarannya, termasuk kebenaran yang mendasari ajaran Tata
Susila. Konsep
pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat
yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh
pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana. Ada
3 (tiga) cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. “Tri” artinya tiga,
“Pramana” artinya jalan, cara, atau ukuran. Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan/
cara untuk mengetahui hakekat kebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak yang
meliputi:
a.
Agama Pramana
Agama Pramana adalah suatu ukuran atau cara
yang dipakai untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan mempercayai ucapan-
ucapan kitab suci, karena sering mendengar petuah- petuah dan ceritera para
guru, Resi atau orang- orang suci lainnya. Ceritera- ceritera itu dipercayai dan diyakini karena kesucian
batin dan keluhuran budi dari para Maha Resi itu. Apa yang diucapkan atau
diceriterakannya menjadi pengetahuan bagi pendengarnya. Misalnya: Guru ilmu
pengetahuan alam berceritera bahwa di angkasa luar banyak planet- planet,
sebagaimana juga bumi berbentuk bulat dan berputar. Setiap murid percaya kepada
apa yang diceriterakan gurunya, oleh karena itu tentang planet dan bumi bulat
serta berputar menjadi pengetahuan yang diyakini kebenarannya, walaupun murid-
murid tidak pernah membuktikannya.
Demikianlah umat Hindu meyakini Sang Hyang
Widhi Wasa berdasarkan kepercayaan kepada ajaran Weda, melalui penjelasan-
penjelasan dari para Maha Resi atau guru- guru agama, karena sebagai kitab suci
agama Hindu memang mengajarkan tentang Tuhan itu demikian.
b.
Anumana Pramana
Anumana Pramana adalah cara atau ukuran untuk
mengetahui dan meyakini sesuatu dengan menggunakan perhitungan logis
berdasarkan tanda- tanda atau gejala- gejala yang dapat diamati. Dari tanda-
tanda atau gejala- gejala itu ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang
diamati tadi. Cara menarik kesimpulan adalah dengan dalil sebagai berikut:
“Yatra yatra dhumah, tatra tatra wahnih” . Dimana ada asap, disana pasti ada
api.
Contoh: Apabila kita memperhatikan
sistem tata surya yang harmonis, di mana bumi yang berputar pada sumbunya
mengedari matahari, begitu pula bulan beredar mengelilingi matahari pada garis
edarnya, tidak pernah bertabrakan, begitu teratur abadi. Kita lalu menjadi
kagum dan berpikir bahwa keteraturan itu tentu ada yang mengatur, the force of
nature yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
c.
Pratyaksa
Pramana
Pratyaksa Pramana adalah cara untuk mengetahui
dan meyakini sesuatu dengan cara mengamati langsung terhadap sesuatu obyek,
sehingga tidak ada yang perlu diragukan tentang sesuatu itu selain hanya harus
meyakini. Misalnya menyaksikan atau melihat dengan mata kepala sendiri, kita
jadi tahu dan yakin terhadap suatu benda atau kejadian yang kita amati. Untuk
dapat mengetahui serta merasakan adanya Sang Hyang Widhi Wasa dengan pengamatan
langsung haruslah didasarkan atas kesucian batin yang tinggi dan kepekaan
intuisi yang mekar dengan pelaksanaan yoga samadhi yang sempurna. Dalam
Wrhaspati Tattwa sloka 26 disebutkan: Pratyaksanumanasca krtan tad wacanagamah
pramananitriwidamproktam tat samyajnanam uttamam. Ikang sang kahanan dening
pramana telu, ngaranya, pratyaksanumanagama.
Artinya: Adapun orang yang dikatakan memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan yang disebut Pratyaksa, Anumana, dan Agama.
Artinya: Adapun orang yang dikatakan memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan yang disebut Pratyaksa, Anumana, dan Agama.
Pratyaksa ngaranya katon kagamel. Anumana ngaranya kadyangganing
anon kukus ring kadohan, yata manganuhingganing apuy, yeka Anumana ngaranya.
Artinya:
Pratyaksa namanya (karena) terlihat (dan) terpegang. Anumana sebutannya sebagai
melihat asap di tempat jauh, untuk membuktikan kepastian (adanya) api, itulah
disebut Anumana.
Agama ngaranya ikang aji inupapattyan
desang guru, yeka Agama ngaranya. Sang kinahanan dening pramana telu
Pratyaksanumanagama, yata sinagguh Samyajnana ngaranya.
Artinya:
Agama disebut pengetahuan yang diberikan oleh para guru (sarjana), itulah dikatakan
Agama. Orang yang memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan Pratyaksa,
Anumana, dan Agama, dinamakan Samyajnana (serba tahu).
Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan
pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga
berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam
Hindu disebut dengan sradha. Dalam Hindu, sradha disarikan menjadi 5 (lima)
esensi, disebut Panca Sradha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar