A.
TATWA
Tattwa berasal dari kata tat dan twa. Tat
berarti ”itu” dan twa juga berarti ”itu”. Jadi secara leksikal kata tattwa
berarti ”ke-itu-an”. Dalam makna yang lebih mendalam kata tattwabermakna
”kebenaranlah itu”. Kerapkali tattwa disamakan
dengan filsafat ketuhanan atau teologi. Di satu sisi, tattwa adalah filsafat
tentang Tuhan, tetapi tattwa memiliki dimensi lain yang tidak didapatkan dalam
filsafat, yaitu keyakinan. Filsafat merupakan pergumulan pemikiran yang tidak
pernah final, tetapi tattwa adalah pemikiran filsafat yang akhirnya harus
diyakini kebenarannya. Sebagai contoh, Wisnu disimbolkan dengan warna hitam,
berada di utara, dan membawa senjata cakra. Ini adalah tattwa yang harus
diyakini kebenarannya, sebaliknya filsafat boleh mempertanyakan kebenaran dari
pernyataan tersebut. Oleh sebab itu dalam terminologi Hindu, kata tattwa tidak
dapat didefinisikan sebagai filsafat secara an sich,tetapi lebih tepat
didefinisikan sebagai dasar keyakinan Agama Hindu. Sebagai dasar keyakinan
Hindu, tattwa mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha (Widhi tattwa, Atma
tattwa, Karmaphala tattwa, Punarbhawa tattwa, dan Moksa tattwa).
B. Catur Marga Yoga
Demikian
agama Hindu dapat diamalkan selama 24 jam setiap hari dengan cara serta bentuk
pengamalan yang beraneka ragam. Untuk itu umat Hindu tidak patut
memaksakan bentuk pengamalan agama agar seragam dari segi materi maupun bentuk
material lainnya, apalagi keseragaman jumlah uang. Namun yang harus sama dan
seragam ialah prinsip dasar ajaran agama.
1. Pengertian ajaran
Catur Marga
Kata
catur marga yoga berasal dari kata catur berarti empat. Marga berarti jalan dan
yoga berarti penyatuan dengan Brahman. Jadi catur marga adalah empat jalan atau cara umatn Hindu untuk menghormati
dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Catur
marga juga sering disebut dengan catur marga yoga. Sumber ajaran catur marga
adadiajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada trayodhyaya
tentang karma yogamarga.
2. Bagian-Bagiannya
Yaitu :
2.1. Bhakti Marga Yoga
Adalah proses
atau cara mempersatukan atman dengan Brahman dengan berlandaskan atas dasar
cinta kasih yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi dan segala ciptaan-Nya.
Kata bhakti berarti hormat, taat, sujud, menyembah, mempersembahkan, cintah
kasih penyerahan diri seutuhnya pada Sang pencipta.
Seorang Bhakta
(orang yang menjalani Bhakti marga) dengan sujud dan cinta, menyembah dan
berdoa dengan pasrah mempersembahkan jiwa raganya sebagai yadnya kepada Sang
Hyang Widhi. Cinta kasih yang mendalam adalah suatu cinta kasih yang bersifat
umum dan mendalam yang disebut maitri. Semangat tat twam asi sangat subur dalam
hati sanubarinya.
Cinta bhaktinya
kepada Hyang Widhi yang sangat mendalam, itu juga dipancarkan kepada semua
makhluk baik manusia binatang juga tumbuh-tumbuhan. Dalam doanya selalu
menggunakan pernyataan cinta dan kasih sayang dan memohon kepada Hyang Widhi
agar semua makhluk tanpa kecuali selalu berbahagia dan selalu mendapat anugrah
termulia dari Hyang Widhi. Jadi untuk lebih jelasnya seorang bhakta akan selalu
berusaha melenyapkan kebenciannya kepada semua makhluk sebaliknya ia selalu
berusaha memupuk dan mengembangkan sifat-sifat maitri, karuna, mudita dan
upeksa (catur paramita).
Di dalam kitab
suci Veda kita jumpai beberapa mantra tentang Bhakti salah satunya adalah:
“Arcata
prarcata priyam edhaso Arcata, arcantu putraka uta puram na dhrsnvarcata”
Rgveda VIII.69.8)
(pujalah, pujalah
Dia sepenuh hati, Oh cendekiawan, Pujalah Dia. Semogalah semua anak- anak ikut
memuja- Nya, teguhlah hati seperti kukuhnya candi dari batu karang untuk memuja
keagungan- Nya).
Terhadap landasan
filosofis ajaran Bhakti diatas, Drs. I Gusti Made Ngurah dkk menyatakan
pendapatnya: “… bhakti adalah perwujudan cinta yang tulus kepada Tuhan, mengapa
harus berbhakti kepada Tuhan karena Tuhan menciptakan alam semesta
dengan segala isinya berdasarkan Yajnya.” (Ngurah, 2006 : 80)
Sikap yang
paling sederhana dalam kehidupan beragama adalah cinta kasih dan pengabdian
yang tulus. Tuhan dipandang sebagai yang paling disayangi, sebagai ibu, bapak,
teman, saudara, sebagai orangtua, sebagai tamu, dan sebagai seorang
anak.
Pada umumnya kita
mengenal dua bentuk bhakti yaitu bentuk Aparabhakti dan parabhakti.
a.
Apara
bhakti artinya
tidak utama; jadi apara bhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang Widhi yang
tidak utama. Apara bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan
kesadaran rohaninya kurang atau sedang-sedang saja.
Aparabhakti,
yaitu pemujaan atau persembahan dan kebaktian dengan berbagai permohonan dan
permohonan itu adalah wajar mengingat keterbatasan pengetahuan kita tentang
hakekat bhakti.
b.
Para artinya utama; jadi para bhakti
artinya cara berbhakti kepada Hyang Widhi yang utama. Para bhakti dilaksanakan
oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya tinggi
Parabhakti adalah
bhakti berupa penyerahan diri yang setulusnya. Penyerahan diri kepada- Nya
bukanlah dalam pengertian pasif tidak mau melakukan berbagai aktivitas, tetapi
aktif dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja dengan baik dan tulus maka akan
memperoleh pahala yang baik pula. Kita tidak boleh mendoakan
seseorang untuk memperoleh kecelakaan dan sejenisnya.
Drs. I
Gusti Made Ngurah dkk berpendapat : ”… Seperti yang disampaikan bahwa
Tuhan yang Maha Esa adalah ibu dan bapa kita , seperti kita meminta sesuatu
pada kedua orangtua kita tidak semua permintaan dapat terpenuhi. Demikianlah
bila kita memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesungguhnya kita sering mendapat
karunia- Nya berupa kesejahteraan, kegembiraan atau kebahagiaan, tetapi bila
kita lalai, maka sekali waktu cobaan dan penderitaan yang kita terima. Walaupun
itu cobaan dan penderitaan, itupun sesungguhnya sebuah karunia, kita harus
mensyukuri agar kita segera mawas diri, memperbaiki kesalahan atau
kelalaian kita.” (Ngurah, 2006 : 83)
Dalam
meningkatkan kualitas bhakti kita kepada sang Hyang Widi ada beberapa jenis
bentuk bhakti yang disebut Bhavabhakti, sebagai berikut:
a.
Santabhava,
yaitu sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak terhadap ibu dan
bapaknya.
b.
Sakhyabava,
yaitu bentuk bhakti yang meyakini Hyang Widi, manifestasiNya, Istadevata atau
Avatara- Nya sebagai sahabat yang sangat akrab dan selalu memberikan
perlindungan dari pertolongan pada saat yang diperlukan.
c.
Dasyabhava,
yaitu bhakti atau pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti sikap seorang
hamba kepada majikannya.
d.
Vatsalyabhava,
yaitu sikap bhakti seorang penyembah memandang Tuhan Yang Maha Esa seperti
anaknya sendiri.
e.
Kantabhava,
yaitu sikap bhakti seorang istri terhadap suami tercinta.
f.
Maduryabhava,
yaitu bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari seorang
bhakta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara lahiriah bentuk- bentuk di Indonesia
sama halnya dengan di India, umat mewujudkannya melalui pembangunan berbagai
Pura ( mandir), mempersembahkan berbagai sesaji (naivedya), mempersembahkan
kidung (bhajan), gamelan, tari- tarian, dan sebagainya.
Cirri-ciri
seorang Bhakti Marga yaitu :
a.
Keinginan
untuk berkorban
b.
Keinginan
untuk bertemu
Tuhan senang bila
engkau menolong dan melayani sesama manusia (pengabdian / dharmabakti).
Kitab-kitab suci telah menetapkan 9 jalan bhakti, yaitu :
- Ø Mendengarkan kisah-kisah Tuhan (shravanam)Ø Menyanyikan kemuliaan Tuhan (kirtanam)Ø Mengingat Nama-Nama Tuhan ( Vishnusmaranam)Ø Melayani kaki Tuhan yang suci (padasevanam)Ø Pemujaan (archanam)Ø Sembah sujud (vandanam)Ø Pengabdian (dasyam)Ø Persahabatan (sneham)Ø Pasrah / penyerahan diri kepada Tuhan sepenuhnya (atmanivedanam)
2.2. Karma Marga Yoga
Adalah jalan atau
usaha untuk mencapai kesempurnaan atau moksa dengan karma atau perbuatan yang
baik tanpa pamrih. Dalam Bhagawadgita. III.19 dinyatakan sebagai berikut :
Tasmad asaktah satatam karyam karma samacara,
asakto hy acaran karma, param apnoti purusah
Artinya :
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja
sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan
kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai yang
utama.
Sebab pada
hakekatnya bekerja atau melayani orang atau makhluk lain secara hakekat adalah
karma baik untuk diri sendiri. Adalah lebih baik dapat menolong/melayani dari
pada ditolong/dilayani.
Bhagawadgita
III.8 menegaskan sebagai berikut :
Niyatam kuru karma twam karma jyayo
hyakarmanah sarira-yatrapi ca ten a prasidhyed akarmanah.
Artinya :
Bekerjalah seperti yang telah ditentukan sebab
berbuat lebih baik daripada tidak berbuat dan bahkan tubuhpun tidak akan
berhasil terpelihara tanpa berkarya.
Dalam hubungan
ini renungkalah cerita berikut :
Pada suatu hari
Devi Laksmi mengadakan sayembara, dimana beliau akan memilih suami. Semua Dewa
dan para Danawa dating berduyun-duyun dengan harapan dapat terpilih. Devi
Laksmi belum mengumumkan janjinga, kemudian datanglah beliau dihadapan
pelamarnya dan berkata demikian : saya akan mengalungkan bunga kepada perya
yang tidak menginginkan diri saya. Tetapi mereka yang datang itu semua lobha,
maka mulailah Devi Laksmi mencari Dewa yang tiada berkeinginan, untuk
dikalungi. Terlihatlah oleh Devi Laksmi wujudnya Dewa Wisnu dengan tenangnya di
atas ular Sesa yang sedang melingkar. Kalung perkawinan kemudian diletakkan
dileherNya dan sampai kinilah dapat kita lihat simbolis Devi Laksmi berada di
samping kaki Dewa Wisnu.
Dari cerita di
atas dapat dikemukakan bahwa orang yang hanya mengharapkan hasil dari kerjanya,
akan menjadi kecewa dan putus asa bila hasil itu belum datang dan menyebabkan
kerjanya menjadi tidak maksimal, walaupun sesungguhnya hasil itu pasti datang
hanya saja waktunya bisa prarabda atau kryamana. Tetapi bagi karma yogin
walaupun ia berbuat sedikit, dilakukannya dengan senang hati dan merupakan
kewajiban, serta tanpa pamrih, ia akan mendapatkan hasil yang tidak ternilai.
Maka itu ajaran suci selalu menyarankan kepada umatnya agar menjadi seorang
karma yogi yang selalu mendambakan pedoman rame inggawe sepi ing
pamrih (Banyak bekerja tanpa mengharapkan hasil)
Karma Marga Yoga
menekankan kerja sebagai bentuk pengabdian dan bentuk pengabdian dan bhakti
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran karma Yoga merupakan etos kerja atau budaya
kerja bagi umat Hindu di dalam usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan
lahir batin. Di dalam Landasan filosofis ajaran karma, doa seorang
karmayogin adalah untuk memohon kesehatan dan kekuatan, badan yang sempurna dan
umur panjang, kebaikan di dunia, serta kekuatan untuk menghadapi segala bentuk
kejahatan.
Salah satu contoh
isi veda yang menjadi Landasan filosofis ajaran karma yaitu:
“udyanam
te purusa navayanam, jivatum te daksatatim krnomi”
(Atharwaveda
VIII.1.6.)
Artinya :
Oh manusia, giatlah bekerja untuk
kemajuan, jangan mundur , Aku anugerahkan kekuatan dan tenaga.
Manfaat karma
marga yaitu :
a.
Kehidupan
di dunia ini dibelenggu oleh hukum kerja sehingga kehidupan ini selalu dituntut
untuk bekerja.
b.
Tidak
seorangpun yang hidup di dunia ini terlepas dari kerja.
c.
Dengan
bekerja orang dapat mencapai kebebasan (tujuan hidup yang tertinggi), asal
pekerjaan itu dilakukan dengan tindakan mengikat diri pada hasilnya.
2.3. Jnana Marga Yoga
Jnana artinya
kebijaksanaan filsafat (pengetahuan). Yoga berasal dari urat kata Yuj artinya
menghubungkan diri. Jadi jnana yoga artinya mempersatukan jiwatman dengan paramatman
yang dicapai dengan jalan mempelajari dan mengamalkan ilmu pengetahuan baik
science maupun spiritual, seperti hakekat kebenaran tentang Brahman, Atman.
Dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan yang sejati akan mampu membebaskan diri
dari ikatan-ikatan keduniawian.
Ada tiga hal yang
penting dalam hal ini yaitu kebulatan pikiran, pembatasan pada kehidupan
sendiri dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang maupun pandangan yang kokoh
tentram damai. Ketiga hal tersebut di atas merupakan dhyana yoga. Untuk tercapainya
perlu dibantu dengan abhyasa yaitu latihan-latihan dan vairagya yaitu
keadaan tidak mengaktifkan diri. Adapun kekuatan pikiran kita lakukan di dalam
hal kita berbuat saja, pikiran harus kita pusatkan kepadanya.
Pelajar Jñanayoga pertamatama melengkapi dirinya dengan tiga cara yaitu:
1.
Pembedaan (viveka)
2.
Ketidakterikatan (vairagya)
3.
Kebajikan
Ada enam macam(satsampat), yaitu:
1.
Ketenangan (sama)
2.
Pengekangan (dama)
3.
penolakan (uparati),
ketabahan (titiksa)
4.
Keyakina
n (sraddha)
5.
Konsentrasi
(samadhana)
6.
Kerinduan
yang sangat akan pembebasan (mumuksutva).
Ada tujuh tahapan
dari Jñana atau pengetahuan, yaitu;
1.
Aspirasi
pada kebenaran(subhecha)
2.
Pencarian
filosofis (vicarana)
3.
Penghalusan
pikiran (tanumanasi)
4.
Pencapaian sinar (sattwatti)
5.
Pemisahan
batin (asamsakti)
6.
Penglihatan
spiritual(padarthabhawana)
7.
kebebasan
tertinggi (turiya).
2.4. Raja Marga Yoga
Raja yoga adalah
suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai kelepasan atau moksa. Melalui raja
marga yoga seseorang akan lebih cepat mencapai moksa, tetapi tantangan yang
dihadapinya pun lebih berat, orang yang mencapai moksa dengan jalan ini
diwajibkan mempunyai seorang guru kerohanian yang sempurna untuk dapat menuntun
dirinya ke arah tersebut.
Adapun tiga jalan
pelaksanaan yang ditempuh oleh para raja yogin yaitu melakukan tapa, brata,
yoga, Samadhi. Tapa dan brata merupakan suatu latihan untuk mengendalikan emosi
atau nafsu yang ada dalam diri kita kea rah yang positif sesuai dengan petunjuk
ajaran kitab suci. Sedangkan yoga dan Samadhi adalah latihan untuk dapat
menyatukan atman dengan Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan
pikiran.
Seorang raja yoga
akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan rohani melalui astangga yoga
yaitu delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa. Astangga yoga diajarkan oleh
Maharsi Patanjalai dalam bukunya yang disebut yoga sutra patanjali. Adapun
bagian-bagian dari astangga yoga adalah sebagai berikut :
a.
Yama
yaitu suatu bentuk larangan yang harus dilakukan oleh seseorang dari segi
jasmani yaitu :
Ø Dilarang membunuh (ahimsa)
Ø Dilarang berbohong (satya)
Ø Pantang menginginkan sesuatu yang
bukan miliknya (asteya)
Ø Pantang melakukan hubungan seksual
(brahmacari)
Ø Tidak menerima pemberian dari orang
lain (aparigraha)
b.
Nyama
yaitu pengendalian diri yang bersifat rohani yaitu :
- Ø Sauca (tetap suci lahir bhatin)Ø Santosa (selalu puas dengan apa yang datang)Ø Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan)Ø Iswara pranidhana (selalu bhakti kepada Tuhan)Ø Tapa (tahan uji)
c.
Asana
yaitu sikap duduk yang menyenangkan, teratur dan disiplin
d.
Pranayama
yaitu mengatur pernafasan sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu :
Ø Puraka (menarik nafas)
Ø Kumbhaka (menahan nafas)
Ø Recaka (mengeluarkan nafas)
e.
Pratyahara
yaitu mengontrol dan mengendalikan indriya dari ikatan obyeknya, sehingga orang
dapat melihat hal-hal suci
f.
Dharana
yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan
g.
Dhyna
yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu obyek.
Dhyna dapat dilakukan terhadap Ista Dewata
h.
Samadhi
yaitu penyatuan atman
Bila seseorang
melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh-sungguh ia akan dapat
menerima getaran-getaran suci dan wahyu Tuhan. Keempat jalan untuk pencapaian
moksa itu sesungguhnya memiliki kekuatan yang sama bila dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Setiap orang akan memilih kecenderungan memilih jalan-jalan
tersebut, maka itu setiap orang memiliki jalan mencapai moksa bervariasi.
Moksa sebagai
tujuan hidup spiritual bukanlah merupakan suatu janji yang hampa melainkan
merupakan suatu keyakinan yang berakhir dengan kenyataan. Kenyataan dalam dunia
batin merupakan alam super transcendental yang hanya dapat dibuktikan
berdasarkan instuisi yang dalam. Moksa merupakan suatu yang tidak dapat
dibantah kebenarannya, karena demikianlah yang dijelaskan oleh kitab suci.
Oleh sebab itu
marilah kita melatih diri untuk melaksanakan ajaran astangga yoga dengan
tuntunan seorang guru yang telah memiliki kemampuan didalam hal tersebut.
Keempat
jalan (marga) itu dapat dilakukan diberbagai tempat dan waktu sesuai kemampuan
seseorang dan keempatnya tidak dapat dipisahkan karena dalam prakteknya saling
berkaitan. Misalnya sembahyang , keempat cara (marga) itu dapat diamalkan
sekaligus yaitu :
Ø Rasa hormat atau berserah
merupakan wujud bhakti marga.
Ø Menyiapkan sarana kebhaktian merupakan
wujud karma marga.
Ø Pemahaman tentang sembahyang merupakan
wujud jnana marga.
Ø Duduk tegak-tenang-konsentrasi
merupakan wjud raja marga.
Jika
direnungkan dan diperhatikan maka sesungguhnya pengamalan agama Hindu sangat
mudah, praktis dan lues. Keluesan itu disebabkan karena agama Hindu dapat
dilaksanakan :
Ø Dengan mempraktekan Catur Marga
Ø Oleh seluruh umat tanpa terkecuali
Ø Disegala tempat, waktu dan keadaan
Ø Tidak harus dengan materi
Ø Sesuai dengan kemampuan umat
Ø Sesuai dengan adat istiadat karena
Hindu menjiwai adat istiadat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar